Maret 2018

Alasan Orang Sunda Tidak Bisa Melafalkan Huruf F (Ef)
Alasan Orang Sunda Tidak Bisa Melafalkan Huruf F (Ef)
Orang Sunda memiliki ciri khas yang mudah dikenali, salah satunya termasuk pelafalan huruf F (ef). 

Orang Sunda terkenal sulit mengucapkan huruf F, sehingga yang terdengar malah menjadi P. Misalnya, mengucapkan Facebook (fesbuk) menjadi Pacebook (pesbook).

Menurut Guru Besar Linguistik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjajaran (Unpad), Prof. Cece Sobarna, fonologi Sunda tidak mengenal bunyi F dan V.

Fonologi adalah ilmu tentang bunyi-bunyi bahasa yang diproduksi alat ucap manusia. "Produksi bahasa Sunda memang tidak ada bunyi-bunyi seperti F dan V," jelasnya.

Namun, Cece menegaskan, tidak semua orang Sunda seperti itu. "Kita harus lihat dulu, mereka berada di wilayah mana. Apakah pedesaan atau perkotaan," ujarnya dilansir Pikiran Rayat.

Menurutnya, mereka yang tinggal di perkotaan besar akan tercampur dengan bahasa-bahasa lain, seperti bahasa Indonesia dan Inggris yang mengharuskan mereka menggunakan huruf F.

"Selain itu, mereka juga akan terpengaruhi dari lagu dan media sosial yang lebih cepat berkembang," kata Cece lebih lanjut.

Dalam hal ini, orang yang tinggal di pedesaan bukan tidak bisa melafalkan huruf F. Mereka hanya menyederhanakan pelafalan-pelafalan yang ada.

Demikian alasan kenapa orang Sunda menyebut huruf F dengan P.*

Registrasi Akun Medsos Gunakan KTP
Pemerintah sedang mengkaji rencana penggunaan KTP untuk meregistrasi media sosial. Hal ini diungkapkan Staf Ahli Menkominfo Bidang Hukum, Henri Subiakto.

"Itu masih dikaji, tetapi arahnya seperti itu (KTP digunakan untuk meregistrasi media sosial)," kata Henri usai talkshow bertajuk 'Keamanan Data Tanggungjawab Siapa?' di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (10/3).

Henri mengatakan, jika semua akun media sosial memiliki identitas resmi berdasarkan data administrasi kependudukan, maka penyebaran hoaks bisa menurun. Semua pengguna media sosial juga nantinya harus bertanggung jawab atas kritikan yang disampaikan melalui akunnya.

"Semua harus bertanggung jawab. Begini, kita bebas berkomunikasi, berpendapat, mengkritik, tapi bawa identitas yang jelas dong," ucap dia.

"Jangan sampai media sosial jadi surat kaleng tapi digital, jangan sampai media sosial menjadi selebaran gelap tapi digital," sambungnya.

Kendati sudah mulai mengkaji rencana penggunaan KTP untuk akun media sosial, Henri belum bisa memastikan kebijakan ini bisa diterapkan. Menurutnya, butuh waktu cukup lama untuk menyesuaikan seluruh perangkat kebijakan dengan penyedia aplikasi media sosial.

"Kalau Anda tanya kapan? saya belum tau. Karena memang agak lama, harus bekerja sama dengan penyedia aplikasi. Mereka juga harus sesuai dengan peraturan kita," jelasnya.

Sebelumnya, PDI Perjuangan mengusulkan agar Nomor Induk Kependudukan (NIK) KTP digunakan untuk meregistrasi akun media sosial. Penggunaan NIK ini dinilai bisa meminimalisir ujaran kebencian dan penyebaran hoax di media sosial.

Wasekjen PDI Perjuangan Eriko Sotarduga menuturkan, jika semua media sosial teregistrasi menggunakan NIK KTP, maka pemilik akun tersebut bakal mempertimbangkan secara matang sebelum menyebarkan informasi bohong. Penggunaan NIK juga bisa menguji keberanian pemilik akun media sosial yang selama ini kerap menyebar ujaran kebencian. (merdeka.com).*

alistarbot

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget