Media Mainstream Masih Sumber Kebenaran, Bukan Media Sosial
Kehadiran buzzer politik di sosial media tidak terlalu memengaruhi pemilih dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.
Menurut peneliti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Saidiman Ahmad, posisi buzzer masih kalah dengan media mainstream.
"Menurutku media mainstream sangat berperan. Televisi, koran, radio, media mainstrem internet yang dipercaya, dibanding Twitter, Instagram," kata Saidiman saat diskusi bertajuk 'Buzzer politik di media sosial, efektifkah?' di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Jumat (12/10/2010).
Ia mengatakan, jumlah pengguna media sosial khususnya Twitter di Jakarta sebagai ibu kota negara hanya 5 persen. Sehingga tidak memberikan dampak yang terlalu besar kepada publik.
"Alat ukurnya media mainstream, kalau ada isu yang hanya di medsos tidak ada di mainstream orang kan enggak baca. Jadi media mainstream masih jadi sumber kebenaran buat kita bukan medsos," tambahnya.
Saidiman menyarankan agar calon presiden maupun tim pemenangannya harus langsung mengkarifikasi apabila menemukan info megatif dari buzzer.
"Caranya menurut saya sudah oke yah sekarang, bahkan pemain medsos kalau ada berita mereka cepat-cepat cari pembandingnya, apakah ini benar atau tidak. Salah satu sumbernya media mainstream. Mereka nyari apakah hoaks atau tidak, dan sekarang sudah muncul kesadaran itu. Dan saya kira lama-lama itu akan terus terjadi," terangnya.
Untuk isu yang sangat memengaruhi publik sendiri tambahnya, adalah isu yang berhubungan langsung dengan masyarakat seperti halnya ekonomi.
"Misalnya kenaikan BBM itu besar pengaruhnya, kalau buzzer politik yah tentu masih perdebatan yah, apakah medsos jadi sumber kebenaran publik atau tidak itu perdebatan juga," tuturnya. (Okezone).*
Menurut peneliti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Saidiman Ahmad, posisi buzzer masih kalah dengan media mainstream.
"Menurutku media mainstream sangat berperan. Televisi, koran, radio, media mainstrem internet yang dipercaya, dibanding Twitter, Instagram," kata Saidiman saat diskusi bertajuk 'Buzzer politik di media sosial, efektifkah?' di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Jumat (12/10/2010).
Ia mengatakan, jumlah pengguna media sosial khususnya Twitter di Jakarta sebagai ibu kota negara hanya 5 persen. Sehingga tidak memberikan dampak yang terlalu besar kepada publik.
"Alat ukurnya media mainstream, kalau ada isu yang hanya di medsos tidak ada di mainstream orang kan enggak baca. Jadi media mainstream masih jadi sumber kebenaran buat kita bukan medsos," tambahnya.
Saidiman menyarankan agar calon presiden maupun tim pemenangannya harus langsung mengkarifikasi apabila menemukan info megatif dari buzzer.
"Caranya menurut saya sudah oke yah sekarang, bahkan pemain medsos kalau ada berita mereka cepat-cepat cari pembandingnya, apakah ini benar atau tidak. Salah satu sumbernya media mainstream. Mereka nyari apakah hoaks atau tidak, dan sekarang sudah muncul kesadaran itu. Dan saya kira lama-lama itu akan terus terjadi," terangnya.
Untuk isu yang sangat memengaruhi publik sendiri tambahnya, adalah isu yang berhubungan langsung dengan masyarakat seperti halnya ekonomi.
"Misalnya kenaikan BBM itu besar pengaruhnya, kalau buzzer politik yah tentu masih perdebatan yah, apakah medsos jadi sumber kebenaran publik atau tidak itu perdebatan juga," tuturnya. (Okezone).*