Aliansi Pekerja Media Tolak Barcode Dewan Pers

Aliansi Pekerja Media Tolak Barcode Buatan Dewan Pers
VERIFIKASI dan penerapan barcode media oleh Dewan Pers menuai kontroversi.  Aliansi Pekerja Media dan pegiat pers alternatif bahkan menolaknya.

Menurut Anggota Dewan Komite Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (Sindikasi), Iksan Raharjo, aturan serta mekanisme verifikasi media bermasalah dan berefek samping yang tidak diperhitungkan oleh Dewan Pers.

Ikhsan khawatir, verifikasi media bakal disalahgunakan oleh pemerintah untuk membungkam kebebasan media.

Oleh karena itu, pihaknya menyatakan berkomitmen tunduk dan patuh pada Kode Etik Jurnalistik dalam menjalankan kerja jurnalistik serta mendesak Dewan Pers mengakomodasi badan hukum selain PT sebagai perusahaan pers seperti koperasi, yayasan, dan perkumpulan.

"Kami juga meminta Dewan Pers memperluas pemangku kepentingannya dengan memasukkan organisasi serikat pekerja media, pegiat media komunitas, alternatif, dan pers mahasiswa," ujarnya, Kamis (9/2/2017), dikutip KBR.

Ditambahkannya, Undang Undang No 40 Tahun 1999 tentang Pers pada dasarnya hanya mewajibkan perusahaan pers berbadan hukum Indonesia, namun Dewan Pers membatasi badan hukum hanya berbentuk Perseroan Terbatas (PT). Selain itu kata dia, perusahaan yang dimaksud Dewan Pers harus memiliki modal paling sedikit Rp50 juta.

Menurut Iksan, Kondisi ini hanya menguntungkan media dengan modal besar dan merugikan media rintisan, media berbasis komunitas serta alternatif.

"Jika hal ini terus dibiarkan akan mengarahkan pada terjadinya korporatisasi pers atau kondisi ketika hanya perusahaan bermodal jumbo saja yang diizinkan menjadi lembaga pers dan akhirnya memonopoli sumber informasi," jelasnya. 

Anggota aliansi yang menolak verifikasi Dewan Pers di antaranya Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (Sindikasi), Federasi Serikat Pekerja Media (FSPM) Independen, LBH Pers, Aliansi Pemuda Pekerja Indonesia (APPI), Indoprogress, Forum Pers Mahasiswa Jakarta (FPMJ), Islam Bergerak, ICT Watch, serta Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).

Hal senada dikemukakan LBH Pers. Kepala Divisi Riset dan Pengembangan LBH Pers Asep Komarudin mengatakan, kebijakan verifikasi dan barcode media harus dilakukan hati-hati karena menyangkut kepentingan banyak pihak. 

"Mandat dari Undang-Undang Pers (ke Dewan Pers) adalah mendata, bukan memberi lisensi,” katanya di Kantor LBH Pers, Jakarta, Kamis, 9 Februari 2017.

LBH Pers, kata Asep, khawatir adanya lisensi, seperti pemberian barcode, akan membuat sumber berita ragu menerima media yang tidak terverifikasi. Padahal bisa jadi media tersebut patuh terhadap asas jurnalisme dan kode etiknya. “Nanti media yang tidak jelas (ber-barcode) tidak ditanggapi,” katanya dikutip Tempo.

Bertepatan dengan Hari Pers Nasional, yang jatuh pada 9 Februari, Dewan Pers mengumumkan media-media yang lolos dalam verifikasi awal. Saat ini, baru ada 77 media yang dapat diverifikasi, sedangkan lainnya masih dalam proses. Dewan Pers menilai verifikasi bagian dari proses pendataan perusahaan pers sesuai dengan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.*

Posting Komentar

[blogger][facebook]

alistarbot

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget