November 2018

SENANDUNG lagu dangdut terdengar dari balik deretan pohon cemara yang berdiri tegak menghadap Teluk Sesar di sebelah barat Bula, ibu kota Kabupaten Seram Bagian Timur, Provinsi Maluku. Deringan gitar berpadu suara serak, mengantar beberapa bocah bergoyang. Tontonan itu ada di Pantai Gumumai suatu siang akhir Maret lalu. Syahbudin Suakur, pria yang kini berusia 72 tahun itu memainkan gitar tuanya untuk menghibur cucu-cucunya. 

Mereka menikmati liburan akhir pekan di pantai yang berjarak lebih kurang 3 kilometer dari Bula itu. Suasana pantai terasa asri, diterpa embusan angin sepoi-sepoi yang mengundang rasa kantuk. Seusai melantunkan lagu berirama dangdut, Syahbudin kembali memetik dawai gitarnya. Kali ini, iramanya lebih pelan. Ia menyanyikan lagu berjudul ”Bula”. Syair lagu itu mengisahkan kekejaman tentara Jepang terhadap warga pribumi, kala Jepang menduduki Bula ketika Perang Dunia Kedua. Tahun itu Syahbudin lahir, 1943. Gumumai adalah bahasa setempat, yang dalam bahasa Indonesia berarti ”Mari Berkumpul”, merupakan tempat istirahat bagi para pekerja romusa di antaranya ayah Syahbudin yang bernama Suakur. 

Di Pantai Gumumai mereka bersembunyi melepas kepenatan, setelah dipaksa bekerja memenuhi kebutuhan logistik perang tentara Jepang, terutama penyediaan pasokan bahan bakar. Di Bula terdapat puluhan tempat pengeboran minyak bumi. Ada ladang minyak tua yang sudah dieksploitasi sejak awal abad ke-20 oleh Belanda. Hingga kini, ladang itu masih berproduksi. ”Pantai Gumumai merupakan tempat peneduh sejak zaman penjajah,” ujar Syahbudin. Pantai Gumumai pada sore hari menjelang malam terasa lain. Deburan ombak Laut Seram mengejar puluhan ekor bangau yang mencari kepiting kecil di pasir. Saat air laut hendak menyentuh kaki-kaki panjang itu, burung-burung bangau serentak terbang. Ketika air laut bergerak surut, bangau-bangau kembali mendarat. Pelepas dahaga Selain menjadi oase bagi warga setempat, Pantai Gumumai juga seolah menjadi pelepas dahaga bagi tamu yang baru tiba di Bula, terutama yang menggunakan moda transportasi darat. Perjalanan darat memang cukup melelahkan bahkan menegangkan. 

Untuk mencapai Bula, tamu yang melewati Ambon menyeberang dengan Feri ke Waipirit, Kabupaten Seram Bagian Barat. Perjalanan kemudian dilanjutkan dari Waipirit menuju Bula, dengan melintasi Gunung Sawai Saleman yang oleh warga setempat dinamakan Gunung SS. Kelokan jalan yang berjumlah lebih dari 350, ditambah beberapa ruas yang rusak, mengocok perut sehingga mendorong rasa mual yang berujung muntah. Ketika melintasi ruas sempit bertepi jurang, penumpang memang harus tahan napas. Kondisi jalan seakan menegaskan keseraman Pulau Seram. Namun, derita perjalanan lintas pulau dengan luas 18.625 kilometer persegi itu, seakan terbayarkan saat mendatangi Pantai Gumumai. Gemulai daun-daun cemara seakan mengucap selamat datang kepada pengunjung ketika memasuki tempat itu. Kendati masih sepi dari wisatawan luar daerah, Pantai Gumumai tidak sepi menyajikan tontonan menawan. 

Pantai yang memiliki luas sekitar 30 hektar dan ditumbuhi lebih dari 2.000 pohon cemara itu kini menjadi wisata pantai favorit masyarakat setempat. Rindangnya pohon cemara menjadi peneduh di kala terik, dihiasi hamparan pasir hitam yang membentang sepanjang hampir 2 kilometer di kala surut, serta menyuguhkan kejar-kejaran antara ombak dan bangau di saat petang menjemput malam. Mengunjungi tempat itu tidak butuh biaya besar. Wisatawan yang menggunakan sepada motor cukup membayar Rp 3.000, sedangkan yang membawa masuk kendaraan roda empat dikenakan tarif Rp 7.000. Di sana tersedia 13 gazebo yang bisa dipakai berkumpul bagi pengunjung rombongan. 

Minimnya akses transportasi menuju Bula menyebabkan tempat itu belum diketahui banyak wisatawan terutama yang berasal dari luar Maluku. Hingga saat ini, belum ada pesawat komersil yang melayani penerbangan Ambon-Bula. Satu-satunya akses adalah jalur darat. Akibatnya, pengenalan wisatawan luar tentang lokasi wisata itu juga masih sangat kurang. Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga Seram Bagian Timur, gencar melakukan promosi. Setiap tamu daerah yang datang selalu di ajak ke pantai itu. Sementara untuk fasilitas penunjang terus disediakan pihak swasta. 

Di Bula terdapat satu hotel kelas melati dan lima penginapan. Menurut rencana, pemerintah akan bekerja sama dengan investor untuk mengembangkan Pantai Gumumai, agar lebih menarik. Setiap tahun diselenggarakan lomba dayung, yang oleh masyarakat setempat disebut arumbai manggurebe. Pertengahan tahun ini, pemerintah berencana akan mendatangkan banana boat untuk meramaikan wisata di Gumumai. Mari berkumpul di Pantai Gumumai. (Fransiskus Pati Herin)

sumber : https://travel.kompas.com/read/2015/07/03/145400527/Mari.Berkumpul.di.Pantai.Gumumai

Tour de Moluccas (TdM) menjadi pembuka promosi pariwisata di Provinsi Maluku. Salah satunya adalah promosi Seram bagian Timur.
Ibukota Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), Bula, menjadi titik awal etape ketiga Tour de Moluccas 2017, yang finis di Kota Wahai, Kecamatan Seram Utara, Kabupaten Maluku Tengah, Rabu (20/9) pagi. Sebelumnya, Selasa (19/9) malam, para pebalap menyelesaikan etape kedua di kota terbesar di Kabupaten Seram Bagian Utara tersebut.
Demi menyukseskan TdM 2017, Pemerintah Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) membenahi salah satu objek wisata unggulan di Bula, Pantai Gumumae, yang menjadi titik start etape ketiga. TdM 2017 menjadi kesempatan Pemkab SBT untuk mempromosikan berbagai destinasi pariwisata unggulan di SBT. 
Menurut Bupati SBT, Abdul Mukti Keliobas, ditunjuknya Seram Bagian Timur sebagai salah satu bagian dalam rute balap sepeda TdM 2017 merupakan berkah tersendiri. Kegiatan ini menjadi momentum buat Pemkab SBT untuk mempromosikan dan mengenalkan objek wisata andalan di kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Maluku Tengah tersebut.
Selain Pantai Gumumae, SBT memang memiliki objek wisata unggulan lainnya, seperti Taman Laut Koon, Pulau Geyzer di gugusan kepulauan Seram Laut, dan Danau Soli. Pun dengan potensi pariwisata berupa sumber mata air panas di tebing Nif. "Event ini adalah pintu masuk kami untuk mempromosikan pariwisata. Untuk itu, pemerintah dan warga Seram Bagian Timur memberikan antusias luar biasa terhadap event ini. Untuk itu, kami benar-benar serius dan kami merasa harus sukses di Kabupaten Seram Bagian Timur dibanding di kabupaten lain," kata Abdul Mukti kepada wartawan.
Abdul berharap, TdM dapat menjadi agenda pariwisata tahunan dan SBT menjadi salah satu lokasi lomba sepeda berskala internasional tersebut. Selain itu, dengan kesuksesan penyelenggaraan TdM 2017 di SBT, lanjut Abdul Mukti, bukan tidak mungkin SBT akan kembali menjadi tujuan rute TdM pada penyelenggaraan tahun-tahun berikutnya, ataupun menjadi tempat penyelenggaraan event-event besar, baik bertaraf nasional maupun internasional. "Karena saya sangat mengharapkan tahun depan, ajang ini bisa kembali diadakan dan menjadikan Bula sebagai salah satu tujuan rute. Kami akan selalu menyambut baik event-event besar semacam ini demi mengangkat daerah kami," ujar Abdul Mukti.
Selama lima hari, 18 hingga 22 September, Pemerintah Provinsi Maluku bekerja sama dengan Kementerian Pariwisata menggelar ajang balap sepeda berskala internasional, Tour de Moluccas (TdM). Kegiatan olahraga berbasis pariwisata ini menjadi event balap sepeda berskala internasional pertama yang digelar di Provinsi Maluku. TdM 2017 akan melintasi tiga kabupaten di Pulau Seram dan satu kota di Pulau Ambon, dan terbagi dalam lima etape. Empat etape akan digelar di Pulau Seram, dan satu etape bakal dilaksanakan di Pulau Ambon, tepatnya di Kota Ambon. Sejumlah rute dalam lomba tersebut akan melewati berbagai objek wisata, seperti Pantai Namalutu dan Pantai Gumumae. Selain itu, sejumlah etape di lomba ini juga bakal melewati tepi pantai dan pesisir di sepanjang Pulau Seram, serta mengitari Kota Ambon.

sumber :
https://www.republika.co.id/berita/olahraga/arena-olahraga/17/09/21/owmpk8370-tdm-2017-sebagai-promosi-pariwisata-seram-bagian-timur

Membatasi Penggunaan Media Sosial Bisa Bikin Hidup Lebih Baik
Studi mengenai hubungan antara pemakaian media sosial dan kesehatan mental sudah dilakukan beberapa kali. Salah satu yang kerap menjadi perhatian adalah rasa depresi dan kesepian yang berhubungan dengan pemakaian media sosial.

Untuk menjawab hal tersebut, peneliti dari Universitas Pennslyvania pun melakukan studi terkait hubungan antara rasa depresi dan pemakaian media sosial.

Hasilnya, seseorang ternyata merasa lebih baik saat tidak mengakses media sosial. Dikutip dari Quartz, Minggu (18/11/2018), seseorang yang meninggalkan media sosial sejenak akan merasa lebih baik.

"Kami menemukan pembatasan pemakaian media sosial setidaknya 30 menit per hari, secara signifikan akan membawa perubahan yang lebih baik dari sisi mental bagi penggunanya,' tutur para peneliti dalam studinya.

Dalam studi kali ini, menurut ketua tim peneliti yang bernama Melissa G. Hunt, pihaknya memperluas cakupan studi kali ini ke beberapa media sosial lain. Sebab, dalam studi sebelumnya, objek studi lebih difokuskan pada Facebook.

Selama studi, para peneliti merekrut 143 mahasiswa untuk melakukan dua eksperimen berbeda. Satu dilakukan saat musim semi sedangkan kelompok lain melakukan eksperimen ketika musim gugur.

Masing-masing subjek penelitian diharuskan memiliki akun Facebook, Instagram, Snapchat, termasuk iPhone. Smartphone besutan Apple ini dipilih karena mampu menghitung durasi penggunaan aplikasi yang aktif dibuka.

Lalu, mereka akan memantau penggunaan media sosial para subjek tersebut selama beberapa minggu. Setelahnya, mereka akan diberi kuisioner yang berhubungan dengan kondisi mentalnya.

Selama tiga minggu berikutnya, masing-masing kelompok diberi tugas berbeda. Satu kelompok tetap menggunakan media sosial seperti biasa, sedangkan kelompok lain dibatasi penggunaannya hingga 10 menit per hari.

"Dari eksperimen itu, kami menemukan bahwa mengurangi pemakaian media sosial secara signifikan berpengaruh pada menurunnya rasa kesepian dan depresi," tutur Hunt.

Kendati demikian, studi ini masih memiliki keterbatasan sebab studi ini hanya terbatas untuk iPhone saja dan tidak mencantumkan Twitter sebagai objek penelitian.

Oleh sebab itu, para peneliti menyebut masih ada kesempatan untuk studi lebih lanjut. Kendati demikian, mereka belum mengungkap lebih lanjut kemungkinan adanya penelitian selanjutnya.
3 dari 3 halaman

Studi Soal Media Sosial dan Depresi
Dua tahun lalu, sebuah penelitian mengungkap penggunaan media sosial (medsos) di internet selama lebih dari dua jam menunjukan adanya tanda depresi.

Penelitian tersebut juga telah dilakukan ke subjek kalangan remaja berumur 13-17 tahun yang sering menggunakan smartphone-nya untuk 'berinteraksi' di jejaring sosial.

Mengutip informasi The Independent, penelitian ini dilakukan oleh tim peneliti asal Kanada, International Association of Cyber Psychology, Training & Rehabilitation (iACToR) dengan melakukan observasi ke 750 subjek yang merupakan remaja dari berbagai institusi pendidikan di wilayah Ontario.

Penelitian yang juga dipublikasikan lewat jurnal Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking ini mengungkap, penggunaan medsos yang terlampau berlebihan rupanya mampu menunjukkan indikasi si pemilik jejaring sosial memiliki masalah gangguan mental dan memicu depresi.

"Kapasitas penggunaan jejaring sosial harusnya dibatasi sebagaimana mestinya. Jika digunakan terus menerus dalam jangka waktu berjam-jam, hal tersebut akan menciptakan rasa candu bagi para pengakses," ungkap tim peneliti.

Menurutnya, hal itu mengubah cara pandang penggunanya jejaring sosial termasuk ke hal primer di dalam kehidupan pengguna. Bahayanya, penggunaan jejaring sosial secara berlebihan dapat berdampak negatif pada penggunanya.

"Jejaring sosial berfungsi sebagai alat komunikasi dan pencari informasi jika memang dibutuhkan. Namun hal tersebut bisa berubah fungsi 360 derajat menjadi sebuah 'pengisi dahaga' penggunanya ketika sedang kesepian," tambahnya.

Observasi yang telah dilakukan tim peneliti menyimpulkan sebagian besar dari 750 subjek anak remaja tersebut memang kerap kali tidak memiliki kegiatan apa-apa khususnya pada waktu malam hari. Oleh karena itu, mereka mengakses jejaring sosial sebagai 'teman' agar bisa mengisi kesepian mereka.

"Hal tersebut menunjukkan bahwa mereka mengalami tanda depresi, jika ini terus dilakukan, mereka akan melakukan hal lebih ekstrem seperti tindakan bunuh diri atau cyber bullying," tukasnya.

Mereka menambahkan, seharusnya ketika kesepian para anak remaja bisa melakukan kegiatan positif yang lebih menggaet mereka ke perkembangan fisik dan mental yang lebih sehat, seperti berolahraga, membaca buku, mendengarkan musik dan masih banyak lagi.

"Sudah seharusnya fungsi dari jejaring sosial dibatasi. Selagi masih ada waktu dan belum terlambat, kini peran orang tua yang harus mengawasi anak mereka agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. (Liputan6).*

Untuk menghabiskan waktu liburan setiap orang memang mempunyai minat masing-masing, ada yang lebih suka mendaki gunung, tapi tak sedikit pula yang memilih pantai sebagai lokasi bersantai masih di area pulau seribu. Untuk yang terakhir ini rasanya Anda harus mencoba berkunjung ke Pulau Tidung, Kecamatan Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Di sini Anda dapat menemukan suasana pantai tropis yang cantik tak kalah dengan pantai-pantai lainnya di luar negeri.

Pesona panorama alam Pulau Tidung

Pulau wisata ini kerap dikatakan potongan surga yang jatuh ke bumi karena panorama alam pesisirnya yang menakjubkan. Perairan berwarna biru kehijauan pada garis pantai yang panjang, pasir putih nan lembut, hingga deretan pepohonan kelapa yang daunnya melambai-lambai tertiup angin sepoi. Dua pantai yang populer di tempat ini adalah pantai Saung Perawan dan Pantai Cemara Kasih.
Waktu-waktu yang kerap dikatakan magis di pantai adalah kala matahari terbit dan terbenam, dimana sang surya menghilang perlahan-lahan meninggalkan berkas-berkas cahayanya berwarna merah kekuningan yang meninggalkan pendar-pendar di permukaan air laut. Inilah momen yang banyak dinanti para pecinta fotografi untuk mengambil gambar siluet atau mendapatkan latar belakang cantik penuh suasana romantis.
Lokasi paling diminati untuk melihat matahari atau terbenam di Pulau Tidung ini adalah di Jembatan Cinta yang menghubungkan kawasan Tidung Besar dan Kecil. Apalagi di sana ada mitos yang mengatakan bahwa pasangan kekasih yang datang berkunjung ke jembatan tersebut, kisah cintanya akan berakhir di pelaminan. Mitos semacam itu tentunya tak perlu dianggap terlalu serius namun sekedar kelakar belaka.

Aktivitas wisata di  Pulau Tidung

Pulau dengan luas 35 hektar ini dihuni oleh sekitar 5000 jiwa penduduk sehingga fasilitas liburan yang tersedia cukup lengkap, termasuk atraksi wisata yang bisa Anda coba. Anda bisa sekedar berjalan-jalan di pantainya yang indah, snorkeling atau diving, bersepeda melintasi kampung-kampung nelayan, dan menjelajahi perairan di sekitar pulau dengan perahu nelayan.
Anda bisa menyewa perahu tradisional milik masyarakat setempat untuk pengalaman liburan yang unik itu. Tarif sewa perahu akan lebih murah bila patungan bersama rekan-rekan Anda. Ada beberapa tujuan untuk tour mini ini, yaitu menjelajahi kawasan hutan bakau di dekat pantai Saung Perawan, berperahu di sekitar pulau wisata Tidung, atau island hoping, menjelajahi pulau-pulau kecil tak berpenghuni di sekitar pulau wisata. 

Transportasi dan akomodasi Pulau Tidung

Untuk mengakses pulau wisata ini Anda bisa naik kapal feri penyebrangan dari Muara Angke, dengan kapal milik Dinas Perhubungan, atau menyewa speed boat dari Dermaga Marina Ancol. Untuk pilihan yang terakhir ini Anda harus membayar tarif yang lebih mahal. Bagi wisatawan yang ingin menginap di pulau ini tersedia homestay yang dimiliki oleh masyarakat setempat, mengingat obyek wisata ini pengelolaannya memang berbasis masyarakat. Jadi tidak ada hotel atau resort di sini.
Untuk biaya penginapan Anda harus menyediakan dana sekitar 300 hingga 500 ribu untuk mendapatkan kamar dengan fasilitas standar, seperti kamar mandi dalam, tempat tidur springbed, AC, dispenser, dan sarapan pagi. Homestay yang terletak paling dekat dengan pantai umumnya bertarif lebih mahal dibandingkan yang lain. Dengan begitu Anda akan disuguhi pemandangan pantai yang cantik seharian.
Bagi wisatawan yang lebih suka berkemah, Pulau Tidung kecil adalah camping ground yang cocok bagi Anda. Dengan membayar sebesar 50 ribu Anda akan mendapatkan fasilitas air bersih, kamar mandi, dan tempat ibadah di lokasi perkemahan ini. Selamat liburan!
sumber : https://travelwisataindonesia.com/pulau-tidung-pantai-tropis-seindah-surga/

Pingin piknik ke danau? Indahnya Danau Biru Kolaka pasti membuat Anda berpaling dan tidak mau ke mana-mana lagi. Danau ini masuk dalam wilayah Desa Walasiho, Kecamatan Wawo, Kabupaten Kolaka Utara.
Sumber mata air Danau Biru Kolaka dipercaya berasal dari bekas tempat duduk seorang putri raja yang bertapa. Tetapi, di luar apakah itu sekadar legenda atau nyata, keindahan Danau Biru Kolaka patut diacungi jempol empat. Danau Biru Kolaka dikelilingi dinding batu yang kokoh. Bukit dan pepohonan menjadi bagian lain yang mengambil porsi lain mempercantik Danau Biru. Salah satu cara menikmati Danau Biru yang bisa Anda lakukan adalah berenang. Air danaunya payau, tidak asin juga tidak tawar. Suhunya sedikit dingin karena berada di pegunungan dengan warna biru cerah. Kedalaman air danau sekitar tujuh meter.
Jika Anda berani, di salah satu sisi danau ada tempat meloncat cukup tinggi. Anda bisa meloncat dari ketinggian tujuh meter dari tempat itu, tepatnya di sebelah kanan danau. Jika Anda adalah penggemar fotografi tidak usah khawatir, banyak spot keren yang bisa Anda jadikan latar.

Fasilitas wisata di Danau Biru Kolaka

Sebelum dikelola oleh dinas pariwisata setempat, pengunjung yang datang ke Danau Biru Kolaka bisa dimintai uang 25 ribu sebagai retribusi. Namun setelah dinas pariwisata mengelola, tiket masuk menjadi 5 ribu perorang. Demikian juga dengan parkir, hanya 5 ribu saja. Tidak banyak.
Fasilitas di Danau Biru Kolaka cukup lengkap. Ada kamar mandi dan wc yang bisa Anda gunakan di sana. Jika kebetulan Anda ingin mandi dan menikmati air Danau Biru Kolaka, Anda bisa menggunakan kamar khusus untuk ganti baju. Jadi, sebelum berangkat ke Danau Biru Kolaka, pastikan dulu, Anda membawa pakaian ganti.
Demi menjaga kebersihan, jangan lupa untuk membuang sampah pada tempatnya. Banyak tempat sampah yang disiapkan di beberapa titik tepi danau. Ini bukan hanya demi menjaga kelestarian danau, tapi juga demi menjaga kebersihan dan kelangsungan ekosistem yang hidup di dalam danau. 
Sesekali, jika Anda adalah orang yang gemar memancing, sebaiknya Anda tidak memancing di Danau Biru Kolaka. Sebuah mitos yang dipercaya masyarakat sekitar melarang siapapun mengambil dan memakan ikan dari danau itu. siapa yang mengambil dan memakan ikan dari Danau Biru Kolaka dipercaya akan mendapat sial. Anda bisa saja tidak percaya ini. Namun, kalaupun ini hanya mitos yang tidak bisa dibuktikan kebenarannya, tidak mengambil ikan dari danau ini adalah cara untuk melestarikan ekosistem danau. Jadi, atas alasan apapun, sebaiknya Anda mematuhi ini.

Akses menuju Danau Biru Kolaka

Untuk menuju Danau Biru Kolaka, Anda bisa dari Kota Kendari. Kota Kendari ke Danau Biru Kolaka berjarak sekitar 320 km. Dari Kendari Anda bisa memacu kendaraan ke arah Kolaka melewati Kabupaten Konawe, Kolaka Timur, hingga sampai Kolaka. Jika perjalanan Anda lancar, sekitar tujuh jam Anda sudah akan sampai di Kolaka. Jika Anda menggunakan kendaraan umum semacam bus, Anda bisa mengambil jus dengan rute Kendari-Makassar. Lalu turun di Kolaka. Dari Kolaka, Anda bisa langsung menuju Danau Biru Kolaka. Jika mungkin kebetulan Anda sedang memiliki bujet lebih, Anda bisa mengambil jalur udara dari Bandara Internasional Hasanudin Makassar ke Bandara Sangia Nibandera di Kolaka. Ada Pesawat Wings Air yang melayani rute penerbangan ini.
Jalan menuju Danau Biru Kolaka lumayan menantang. Jalan ini khas jalanan pegunungan yang naik turun. Kelokan tajam sudah menjadi semacam sesuatu yang wajib ada di jalanan seperti ini. Jadi pastikan Anda tidak sendiri. Sehingga kalau-kalau Anda merasa lelah, Anda bisa menyetir bergantian.

sumber : https://travelwisataindonesia.com/indahnya-danau-biru-kolaka-utara/

Hallo para traveler! Apakah anda sudah memiliki rencana liburan? Atau masih bingung mau liburan kemana? Bagi yang suka pantai atau pecinta pantai (beach lovers) ini ada salah satu pantai yang sangat bagus, sejuk dan bersih namanya Gumumae Beach (Pantai Gumumae). Kali ini saya akan menceritakan pengalaman saya bersama keluarga berlibur ke Pantai Gumumae yang menjadi salah satu pantai favorit masyarakat di Ibu Kota Bula Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) pada liburan tanggal Satu Januari kemarin.

Semburat merah memancar dari kaki langit menjelang detik-detik terbenamnya matahari. Pantulan sinar kemerahan, menyentuh daun-daun cemara yang berbaris rapat di binbir pantai. Ketika sang surya membenamkan dirinya di ufuk barat, awan-awan yang memerah, mengantar perahu nelayan kembali ke darat. " Dengan judul Ketika Sang Surya Tenggelam di Pantai Gumumae itulah yang di kutip dari halaman web KBRN Bula oleh Abdullah Leurima, Reporter RRI Bula peraih Anugerah Pesona Bahari Indonesia 2016 (best of the best) dari Menteri Pariwisata RI.

Pantai Gumumae merupakan salah satu pantai yang terletak di Desa Sesar, Kecamatan Bula, Kabupaten SBT. Untuk bisa menikmati pesona Pantai Gumumae, para pengunjung harus melewati gerbang depan bertuliskan “Welcom to Gumamae” dan menyusuri jalan beraspal sepanjang 1,4 kilometer. dari jalan raya Kota Bula ke arah timur laut. Wisatawan dapat menggunakan kendaraan pribadi seperti mobil dan sepeda motor maupun angkutan umum untuk mencapai lokasi Pantai Gumumae. Tidak lah sulit untuk mencapai lokasi wisata karena rute jalan yang dilalui mudah, beraspal dan banyak arah petunjuk ke Pantai Gumumae.

Setelah tiba di lokasi wisata, anda terlebih dahulu membeli karcis masuk yang harganya sangat ramah kantong, yaitu hanya Rp10.000 bagi kendaraan roda empat sedangkan roda dua Rp5.000 itu pun sudah termasuk biaya parkir. Setelah melewati pintu masuk pembayaran karcis, mata anda akan dimanjakan dengan pemandangan pohon kasuari laut (Casuarina equisetifolia) sepanjang jalan pantai tersebut.

Di Bula, Pantai Gumumae menjadi salah satu pantai paling favorit bagi masyarakat setempat khususnya Kabupaten SBT. Pantai ini sangat ramai dikunjungi para wisatawan lokal maupun nasional bahkan dari mancanegara pada akhir pekan atau libur panjang. Namun akan semakin ramai pada saat menjelang tahun baru tanggal 1 januari.

Pantai Gumumae terkenal dengan hamparan pohon kasuari laut yang menghiasi hampir seluruh tepi pantai. Tidak heran, dengan adanya pohon kasuari laut yang mengelilingi pantai membuat suasana di pantai ini semakin sejuk. Memang tidak banyak pantai yang memiliki karakter tersebut, sehingga Pantai Gumumae memiliki ciri khas tersendiri.

Di tepi pantai dibawah pohon kasuari terdapat beberapa tempat berteduh seperti gazebo yang memang dibangun pemerintah setempat untuk kenyamanan para wisatawan. Gazebo yang telah disediakan di pantai ini sangat bagus dan cukup luas. Sehingga para wisatawan dapat duduk santai, tiduran, bersenda gurau, makan cemilan di gazebo yang ada di pantai ini.

Anda juga dapat membawa bekal serta tikar dari rumah dan dimakan bersama keluarga dibawah pohon kasuari. Makan bersama keluarga dibawah pohon kasuari  memang sangat nikmat ditambah suasananya yang sejuk dengan udara yang segar.

Tidak begitu banyak peraturan di pantai ini asalkan tetap menjaga kebersihan sekitar pantai seperti membuang sampah setelah makan ke tempat sampah yang telah disediakan di sekitar lokasi wisata.

Pantai Gumumae memiliki pasir yang begitu halus yang terbentang sejauh 3,2 kilometer, dan menjadi salah satu permainan favorit para wisatawan karena mereka dapat bermain, menggambar dan menulis di pasir lalu memotretnya. Ombak di Pantai Gumumae tidak begitu besar, sehingga tidak berbahaya untuk para wisatawan baik dewasa maupun anak-anak untuk berenang ataupun snorkeling.

Apabila anda ingin berenang, di lokasi pantai sudah disediakan tempat untuk menyewa perlengkapan renang seperti ban pelampung. Bagi anda yang tidak suka berenang, anda dapat berjalan-jalan menyusuri pantai dengan menikmati angin semilir yang sejuk.

Pemerintah Kabupaten SBT sempat merenovasi pantai tersebut dengan membangun monumen dan lampu jalan menuju pantai pada saat Event Tour de Moluccas (TdM) pada September 2017 yang lalu  monumen dengan tulisan "Gumumae Beach" dan menjadi spot favorit untuk berfoto para wisatawan. Tak perlu khawatir jika anda lapar dan tidak membawa bekal dari rumah karena sudah banyak warung kecil di sekitar Pantai yang menjual makanan dan minuman seperti rujak, lontong, es kelapa muda dan makanan khas Kabupaten bertajuk Ita Wotu Nusa.

Di tengah teriknya matahari, rujak lontong yang lezat dan segarnya es kelapa muda sangat cocok untuk dinikmati. Harga makanan maupun minuman di lokasi wisata pun juga sangat bersahabat dengan kantong. Sehingga para wisatawan tetap dapat mencicipi jajanan khas Seram Bagian Timur sambil menikmati udara segar di tepi pantai.

Hal tersebut di ungkapkan Nur Rumodar, salah satu penjaga pintu masuk Pantai Gumumae yang di minta keterangannya pada saat liburan tahun baru  kemarin yang menjadi pilihan warga setempat yang mengisi liburan hari pertama tahun 2018.

“Sejak pagi hari warga sudah memadati pantai Gumumae, bahkan sejak malam pergantian tahun baru banyak warga yang sempat merayakannya di pantai ini,” Kata Nur Rumodar, saat di minta keterangannya pada hari pertama liburan tahun baru Senin (1/1/2018).

Menurut dia, pengunjung umumnya warga Bula, tetapi ada juga yang dari luar daerah. Karcis masuk objek wisata pantai Gumumae Rp 5.000 untuk kendaraan roda dua, sedangkan roda empat Rp 10.000.

“Rata-rata pengunjung adalah warga Kabupaten SBT serta wisatawan lokal dan nasional,” Kata Nur.

Objek wisata Pantai Gumumae di Kota Bula, Kabupaten SBT berhasil mencapai target Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang ditetapkan oleh pemerintah setempat sebesar Rp10 juta per tahun.

“Sudah melebihi dari yang ditargetkan oleh pemerintah daerah Kabupaten SBT, Rp10 juta. Hingga September 2017 yang lalu sudah mencapai Rp11 juta, kami masih terus mengejar PAD yang lebih tinggi lagi,” Kata Sekretaris Dinas Pariwisata Kabupaten Seram Bagian Timur Ramli Keliobas di Bula, Jumat (05/01).

Jika dilihat dari pencapaian angka setoran PAD yang sudah melebihi target, kata dia, besar kemungkinan PAD Pantai Gumumae bisa mencapai 200 persen di setia akhir tahun.

“Saya perkirakan di setiap tahun baru PAD kita  bisa mencapai 200 persen karena akhir tahun biasanya sangat ramai pengunjung di pantai ini bahkan terlihat pada saat tanggal 1 Januari 2018 kemarin,” katanya.

Gumumae Beach terkenal dengan pasirnya yang halus dan terhampar memanjang, serta keindahan fenomena matahari terbenam di ufuk timur dan di hiasi ratusan pohon kasuari dan mangrove di seputaran pantai itu. Bagaimana dengan cerita pengalaman saya? Seru bukan? Jadikan Pantai Gumumae sebagai salah satu list liburan yang wajib anda kunjungi bersama keluarga, teman maupun pasangan.

 Penulis : Baim Abdullah Rumadaul
                  Dari Ufuk  Timur

Sumber : www.mediamaluku.com
http://atamainews.blogspot.com/2018/01/wisata-pantai-gumumae-ita-wotu-nusa.html

Payment for Ecosystem Services (PES) atau Pembayaran Jasa Lingkungan (PJL) merupakan skema yang mengharuskan pengguna suatu area tertentu membayar sejumlah nominal yang nantinya digunakan untuk melindungi dan mengelola kawasan tersebut dengan prinsip berkelanjutan. Dengan difasilitasi WWF-Indonesia, Petuanan Kataloka dan Jaringan Kapal Rekreasi Indonesia (Jangkar) menyepakati sistem PJL untuk membantu upaya konservasi perairan dan pesisir Petuanan Kataloka. Pemberlakuan PJL di Koon ini sudah dimulai sejak tanggal 29 Maret 2016 dengan menyasar kapal rekreasi (liveaboard) sebagai target awal. Dana yang diperoleh dari pembayaran tersebut akan dikelola oleh Lembaga Adat Wanu Atalo’a (Leawana) untuk kebutuhan konservasi, kebudayaan, dan pendidikan di wilayah Petuanan Kataloka. (Baca juga Pemanfaatan berbasis Hak Petuanan di Pulau Koon, Maluku).

Raja Kataloka memiliki Hak Petuanan Laut di 12 dusun di empat pulau: Pulau Koon, Grogos, Nukus, dan sebagian Pulau Gorom yang termasuk dalam wilayah administratif Kabupaten Seram Bagian Timur. Dari keempat pulau yang termasuk ke dalam Bentang Laut Inner Banda Arc (Inner Banda Arc Seascape) tersebut, WWF-Indonesia memfokuskan dampingannya di wilayah Pulau Koon dan perairannya sejak lima tahun lalu dengan mengawal program Marine Conservation Area (MCA) dengan tool Rights Based Management (RBM) di wilayah Petuanan Kataloka. (Baca juga Sumpah Adat Negeri Kataloka Untuk Jaga Keberlanjutan Kawasan Perairan Pulau Koon) Program tersebut dijalankan berdasarkan fakta bahwa perairan Koon merupakan salah satu daerah penyangga untuk kesediaan stok ikan di Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir pun WWF-Indonesia memulai intervensinya dalam ranah pariwisata bahari yang bertanggung jawab di Koon, salah satunya dengan mengenalkan sistem PJL.

Mekanisme pembayaran jasa lingkungan di wisata bahari ini diharapkan membantu mempertahankan fungsi alami kawasan perairan dan pesisir Petuanan Kataloka dalam menyediakan sumber daya untuk keberlangsungan hidup. Leawana akan melakukan perlindungan kawasan di bawah koordinasi dan pendampingan Raja Petuanan Kataloka. Selama beberapa waktu ke depan, PT Samudera Ekowisata Indonesia (SEI), akan membantu Leawana dalam proses sosialisasi PJL ke kapal rekreasi yang masuk ke daerah tersebut. Jelajah Biru (kunjungi lamannya di http://jelajahbiru.com/), merek dagang dari PT SEI, pun bermitra dengan WWF-Indonesia dan sejumlah LSM lokal untuk mengembangkan potensi ekowisata bahari, salah satunya di Kepulauan Koon ini.

Wisata Bahari untuk Pengembangan Ekonomi Masyarakat Sekitar

Sebelumnya, tidak pernah terpikirkan bahwa sektor pariwisata akan dapat mendatangkan benefit bagi masyarakat setempat, selain dari penangkapan ikan karang. Padahal, keindahan bawah laut memiliki potensi besar menjadi daya tarik utama Koon. Dalam setiap musim pelayaran, sejumlah kapal rekreasi membawa para wisatawan untuk menyelam di perairan Koon yang berarus kuat dan menantang. Biasanya kapal singgah selama satu hari di perairan Koon dalam rute mereka antara Sorong dan Banda. Jangkar, yang menaungi sejumlah kapal rekreasi yang melewati perairan Koon, telah menyatakan komitmennya untuk berkontribusi menjaga perairan kaya ini. Komitmen tersebut ditindaklanjuti dengan penyertaan Jangkar dalam proses sosialisasi dan pengembangan mekanisme PJL yang dilakukan Leawana, WWF-Indonesia dan PT SEI. Dari masukan yang diterima, disepakati pembayaran PJL bisa dilakukan melalui PT SEI yang telah memperoleh mandat dari Leawana. Hal ini akan  mempermudah proses pembayaran dan komunikasi mengingat sulitnya sinyal dan ketiadaan bank di wilayah Petuanan Kataloka. Besaran pembayaran jasa lingkungan untuk perairan dan pesisir Petuanan Kataloka dapat dicek di laman Jejalah Biru di Pembayaran Jasa Lingkungan untuk Konservasi di Petuanan Kataloka.

Pariwisata di Petuanan Kataloka akan terus berkembang dan dikembangkan. Tidak hanya wisata penyelaman di Pulau Koon. Misalnya saja, wisatawan juga dapat berkunjung ke Pulau Gorom dan menikmati resep keluarga Kerajaan Petuanan Kataloka serta trekkingdi kebun pala. Kunjungan wisatawan yang dikelola secara bertanggung jawab diharapkan mampu memberikan pemasukan alternatif bagi masyarakat yang memiliki keinginan untuk melindungi wilayahnya.

“Pemerintah Seram Bagian Timur mendukung sepenuhnya penyelenggaraan kepariwasataan yg di kelola dengan cara-cara arif. Perkembangan pariwisata perairan Koon akan membawa nama daerah kami di tingkat international,” ucap Sekretaris Daerah Seram Bagian Timur Syarif Makmur pada kegiatan Sosialisasi Pembiayaan Jasa Lingkungan di Denpasar, Bali pada 29 Maret 2016 lalu.

Penulis: Annisa S. Ruzuar (Responsible Marine Tourism and Sustainable Seafood Communication Advisor) dan Novita Eka Syaputri  (Sunda Banda Seascape Communication and Campaign Assistant)
sumber : https://www.wwf.or.id/?47922/Real-Contribution-for-Conservation

Tradisi masyarakat pesisir Maluku sangat kental dengan aktivitas bahari, jauh sebelum teknologi mesin modern menempel di perahu-perahu mereka, jauh sebelum itu mereka ber-panggayo dari satu tempat ke tempat lainnya. Masyarakat pesisir provinsi Maluku menyadari bahwa hanya 10% dari total luas daerah, dengan luas hampir 4 kali luas Pulau Jawa atau sebesar 580 ribu km2, yang merupakan daratan, sisanya adalah wilayah laut yang memiliki potensi luar biasa. Panggayo, atau dalam bahasa Indonesia berarti mendayung yang merupakan salah satu bentuk kearifan lokal dan adaptasi masyarakat pesisir wilayah yang dikelilingi laut tersebut dalam menyambung rantai kehidupan mereka.

Sebesar 90% dari total luas daerah provinsi Maluku yang merupakan lautan, berarti sekitar 530 ribu km2, sedangkan daratan tersebar menjadi 559 pulau besar dan kecil yang mencapai total luas 54 ribu km2. Meski laut mendominasi wilayah provinsi Maluku, jumlah pemanfaatan dari sektor ini masih tergolong rendah. Terbukti hanya 2.7 juta USD dari total nilai ekspor yang mencapai 12.9 juta USD provinsi ini sepanjang Januari – Oktober 2011, merupakan hasil bahari seperti ikan dan udang dan itu berarti hanya sekitar 20 persen dari nilai keseluruhan ekspor. Potensi perikanan luar biasa tersebut masih belum mampu mendongkrak jumlah pemanfaatan yang optimal. 

Salah satu potensi perikanan yang luar biasa dari wilayah perairan Maluku adalah perairan sekitar Pulau Koon. Pulau kecil yang terletak di tenggara Pulau Seram yang berada langsung di tepian Laut Banda merupakan salah satu daerah habitat penting pemijahan ikan karang yang merupakan salah satu komoditas perikanan yang bernilai ekonomi tinggi. Menurut hasil survei WWF, dan membandingkan dengan beberapa wilayah pemijahan perikanan di Indonesia timur lainnya, kawasan sekitar Pulau Koon diperkirakan sebagai area pemijahan ikan karang terbesar di kawasan Indonesia Timur.

Saat ini masyarakat yang dipimpin langsung oleh pemimpin adat dan pemangku kepentingan di wilayah Pulau Koon seperti Raja Kataloka, Bapak Ansar Wattimena, Kepala Dusun Grogos, Bapak Udin Rakhmat, sedang memulai inisiatif patroli untuk melindungi daerah tersebut. Pergerakan perlindungan area penting ini bahkan dipimpin langsung oleh Raja Kataloka dengan mengeluarkan ultimatum pada tanggal 24 Mei 2011 di Grogos yang berbunyi “Suka atau Tidak Suka, Koon Harus Dijaga Untuk Generasi Berikutnya”. Sementara itu Kepala Dusun Grogos memimpin langsung sebagai koordinator patroli yang sementara ini masih beranggotakan 2 orang.

Tugas yang diembankan kepada tim patroli tidak-lah mudah, mereka harus berhadapan langsung dengan masyarakat nelayan yang masih melakukan penangkapan ikan secara ilegal di kawasan Pulau Koon. Namun edukasi dilakukan secara perlahan-lahan dan bertahap. Tugas berikutnya adalah mensosialisasikan kawasan Pulau Koon sebagai zona inti kepada pelancong yang sering singgah, yang biasanya adalah kapal-kapal besar dari Bali yang melintas menuju kawasan Raja Ampat akan singgah di area Koon. Selain itu petugas patroli diharapkan dapat melakukan pencatatan dan survei terhadap setiap detil aktivitas di sekitar perairan tersebut seperti jumlah tangkapan nelayan, turis dan kapal-kapal yang melintas maupun yang singgah, serta pendataan zona penting lainnya.

Penduduk sekitar Pulau Koon ber-panggayo dalam melakukan aktivitas mereka sehari-hari termasuk dalam melindungi wilayah mereka. Mereka memahami bahwa laut dan kandungannya merupakan anugerah untuk masa depan yang harus dijaga mulai dari sekarang, dan dengan kearifan lokal masyarakat dan Kerajaan Gorom, serta dukungan Pemda Seram Bagian Timur yang menjadikan kawasan sekitar Pulau Koon sebagai kawasan pencadangan konservasi dengan SK 523/189/Kep/2011 tertanggal 1 Agustus 2011 maka dunia perikanan di Indonesia bagian timur sekali lagi masih memiliki titik cerah untuk memberikan sumbangsih terhadap perikanan secara optimal, khususnya Provinsi Maluku, dengan tetap bertahan dari aktivitas yang merusak serta tidak ramah lingkungan.

sumber : https://www.wwf.or.id/?24185/panggayo-ke-koon-maluku

Leawana (Lembaga Adat Wanu Atalo’a) yang didirikan oleh Raja Petuanan Kataloka kembali akan menggelar FESTIVAL KATALOKA. Petuanan Kataloka memiliki kekuasaan adat atas Pulau Nukus, Grogos, Koon dan sebagian Pulau Gorom di Kabupaten Seram Bagian Timur, Maluku.

FESTIVAL KATALOKA merupakan hajatan masyarakat di Petuanan Negeri Kataloka, Kabupaten Seram Bagian Timur, Maluku, yang dipimpin oleh Raja Kataloka. Tahun ini, FESTIVAL KATALOKA yang telah memasuki pagelaran tahun ke-3 akan mengangkat tema “Pesona Wisata Budaya Seram Bagian Timur” yang diselenggarakan tersebar di beberapa wanu (kampung).

Tak sekadar mementaskan aneka tarian, FESTIVAL KATALOKA juga menampilkan pameran baju-baju adat, benda-benda yang bernilai sejarah di kerajaan, serta diskusi budaya tentang sejarah budaya yang dimiliki oleh masing-masing desa yang masuk ke dalam Petuanan Kataloka.

FESTIVAL KATALOKA akan digelar pada 2-5 Desember 2017.

Agenda FESTIVAL KATALOKA 2017:
  • Belang (Pawai Perahu Tradisional)
Belang merupakan perahu tradisional dari Maluku, yang biasanya dihias dengan bendera dan atribut warna-warni. Pawai perahu ini dilakukan untuk menyambut tamu-tamu yang menghadiri FESTIVAL KATALOKA.
  • Penetapan Ngam
Ngam atau di Maluku lebih dikenal dengan istilah Sasi merupakan skema perlindungan sumber daya alam yang berbasis kearifan lokal. Dalam FESTIVAL KATALOKA ini, Raja Kataloka akan kembali menetapkan Ngam di Perairan Pulau Koon yang merupakan salah satu lokasi pemijahan ikan kakap terbesar di Indonesia Timur untuk menjaga kelestarian sumber daya ikan di Petuanan Kataloka. 
  • Pameran Budaya dan Lingkungan
Pameran Budaya dan Lingkungan akan menampilkan benda-benda antik koleksi Negeri Kataloka, foto kekayaan bawah laut dan perjalanan konservasi di Kataloka, foto kuno Kataloka, produksi dan kuliner khas dari Negeri Kataloka dan sekitarnya, pameran pembangunan dari dinas di SBT.
  • Pentas Seni dan Pawai Budaya Lokal
Malam kesenian akan menampilkan berbagai tarian dan kesenian lainnya dari Negeri-negeri di Goran Riun dan Esi Riun, serta pemberian penghargaan kepada seniman-seniwati yang pernah menjadi duta seni Kataloka mewakili Maluku serta menampilkan hiburan dari artis lokal.

Pawai budaya akan dilaksanakan di darat dan laut dengan rute ketika Raja Jou Bessy bersama Sultan Nuku berperang melawan Belanda di Negeri Kataloka. Sebanyak lebih kurang 1.000 orang akan terlibat dalam pawai budaya. Seluruh peserta pawai budaya mengenakan baju adat Goran Riun.
  • Diskusi Budaya
Tema diskusi budaya adalah “Peran Adat di Era Globalisasi”. Keynote speech: Bapak Hilmar Farid ( Dirjen Kebudayaan RI)*

Gorom, Adat istiadat, lintas sejarah dan Petuanan:
  • Prof. Dr. Mus Huliselan
  • Prof. Dr. Tony Pariela
  • Raja Kataloka
  • WWF-Indonesia 
*masih menunggu konfirmasi
  • Tarian tradisional
Tarian tradisional pada FESTIVAL KATALOKA adalah Tari Bongkorey, Tari Perang, Tari Sawat, Tari Silat Jala, dan juga tari kolosal yang akan ditampilan pada acara pembukaan. Acara pembukaan diawali dengan prosesi pengibaran panji-panji kebesaran kerajaan Kataloka dan rencananya akan dibuka oleh Bapak Dirjen Kebudayaan Kemendikbud RI.
  • Aneka Lomba
Ada beberapa lomba yang akan diadakan pada FESTIVAL KATALOKA yaitu :
  • Tari sawat
  • Menyanyi lagu Gorom
  • Menggambar dan mewarnai dengan tema “Lautku”
  • Paduan suara ibu-ibu menyanyi lagu gorom
  • Pemilihan Ilar Ilwouw (putera-puteri) Kataloka 
  • Hanga Riribun
Hanga Riribun merupakan acara makan bersama seluruh masyarakat, Raja, dan juga semua tamu-tamu yang hadir pada Festival Kataloka. Makanan yang disajikan pada Hanga Riribun ini merupakan makanan tradisional yang sudah ada sejak dulu.

Penyelenggara
Leawana (Lembaga Adat Wanu Ata Lo’a) Negeri Kataloka bersama Bappeda Kabupaten Seram Bagian Timur, Kecamatan Pulau Gorom, dan WWF-Indonesia

sumber : /www.wwf.or.id

alistarbot

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget