Tradisi masyarakat pesisir Maluku sangat kental dengan aktivitas bahari, jauh sebelum teknologi mesin modern menempel di perahu-perahu mereka, jauh sebelum itu mereka ber-panggayo dari satu tempat ke tempat lainnya. Masyarakat pesisir provinsi Maluku menyadari bahwa hanya 10% dari total luas daerah, dengan luas hampir 4 kali luas Pulau Jawa atau sebesar 580 ribu km2, yang merupakan daratan, sisanya adalah wilayah laut yang memiliki potensi luar biasa. Panggayo, atau dalam bahasa Indonesia berarti mendayung yang merupakan salah satu bentuk kearifan lokal dan adaptasi masyarakat pesisir wilayah yang dikelilingi laut tersebut dalam menyambung rantai kehidupan mereka.
Sebesar 90% dari total luas daerah provinsi Maluku yang merupakan lautan, berarti sekitar 530 ribu km2, sedangkan daratan tersebar menjadi 559 pulau besar dan kecil yang mencapai total luas 54 ribu km2. Meski laut mendominasi wilayah provinsi Maluku, jumlah pemanfaatan dari sektor ini masih tergolong rendah. Terbukti hanya 2.7 juta USD dari total nilai ekspor yang mencapai 12.9 juta USD provinsi ini sepanjang Januari – Oktober 2011, merupakan hasil bahari seperti ikan dan udang dan itu berarti hanya sekitar 20 persen dari nilai keseluruhan ekspor. Potensi perikanan luar biasa tersebut masih belum mampu mendongkrak jumlah pemanfaatan yang optimal.
Salah satu potensi perikanan yang luar biasa dari wilayah perairan Maluku adalah perairan sekitar Pulau Koon. Pulau kecil yang terletak di tenggara Pulau Seram yang berada langsung di tepian Laut Banda merupakan salah satu daerah habitat penting pemijahan ikan karang yang merupakan salah satu komoditas perikanan yang bernilai ekonomi tinggi. Menurut hasil survei WWF, dan membandingkan dengan beberapa wilayah pemijahan perikanan di Indonesia timur lainnya, kawasan sekitar Pulau Koon diperkirakan sebagai area pemijahan ikan karang terbesar di kawasan Indonesia Timur.
Saat ini masyarakat yang dipimpin langsung oleh pemimpin adat dan pemangku kepentingan di wilayah Pulau Koon seperti Raja Kataloka, Bapak Ansar Wattimena, Kepala Dusun Grogos, Bapak Udin Rakhmat, sedang memulai inisiatif patroli untuk melindungi daerah tersebut. Pergerakan perlindungan area penting ini bahkan dipimpin langsung oleh Raja Kataloka dengan mengeluarkan ultimatum pada tanggal 24 Mei 2011 di Grogos yang berbunyi “Suka atau Tidak Suka, Koon Harus Dijaga Untuk Generasi Berikutnya”. Sementara itu Kepala Dusun Grogos memimpin langsung sebagai koordinator patroli yang sementara ini masih beranggotakan 2 orang.
Tugas yang diembankan kepada tim patroli tidak-lah mudah, mereka harus berhadapan langsung dengan masyarakat nelayan yang masih melakukan penangkapan ikan secara ilegal di kawasan Pulau Koon. Namun edukasi dilakukan secara perlahan-lahan dan bertahap. Tugas berikutnya adalah mensosialisasikan kawasan Pulau Koon sebagai zona inti kepada pelancong yang sering singgah, yang biasanya adalah kapal-kapal besar dari Bali yang melintas menuju kawasan Raja Ampat akan singgah di area Koon. Selain itu petugas patroli diharapkan dapat melakukan pencatatan dan survei terhadap setiap detil aktivitas di sekitar perairan tersebut seperti jumlah tangkapan nelayan, turis dan kapal-kapal yang melintas maupun yang singgah, serta pendataan zona penting lainnya.
Penduduk sekitar Pulau Koon ber-panggayo dalam melakukan aktivitas mereka sehari-hari termasuk dalam melindungi wilayah mereka. Mereka memahami bahwa laut dan kandungannya merupakan anugerah untuk masa depan yang harus dijaga mulai dari sekarang, dan dengan kearifan lokal masyarakat dan Kerajaan Gorom, serta dukungan Pemda Seram Bagian Timur yang menjadikan kawasan sekitar Pulau Koon sebagai kawasan pencadangan konservasi dengan SK 523/189/Kep/2011 tertanggal 1 Agustus 2011 maka dunia perikanan di Indonesia bagian timur sekali lagi masih memiliki titik cerah untuk memberikan sumbangsih terhadap perikanan secara optimal, khususnya Provinsi Maluku, dengan tetap bertahan dari aktivitas yang merusak serta tidak ramah lingkungan.
sumber : https://www.wwf.or.id/?24185/panggayo-ke-koon-maluku
Posting Komentar